Catatan Tercecer tentang Presiden Soeharto ke Bosnia 18 Tahun lalu...
> Cerita ini mengutip catatan sejarah dari Mbak Linda dari TEMPO & GATRA untuk Kompasiana.com
Cerita yang ada nilai historisnya, bagi sebagian
orang mungkin saja dianggap basi dan tak bermakna. Bagi yang lain tentu
masih menarik untuk diintip. Beberapa hari lalu saya menemukan naskah
yang pernah saya tulis untuk majalah berita mingguan GATRA, 15 tahun
silam. Tentu saja cerita panjang lebar ini tak semuanya sempat
dituangkan pada majalah itu saat terbitnya, karena keterbatasan lahan.
Barangkali saja masih menarik untuk disimak, kejadian belasan tahun
lampau itu, saat Presiden Suharto ke Bosnia - yang kebetulan saya
berada sampai di Zagreb bersama rombongan wartawan Indonesia yang lain.
Saya juga sedang mengingat-ingat apakah teman saya Taufik Mihardja
admin Kompasiana kita waktu itu bersama dalam rombongan ini, karena
biasanya kami selalu dalam rombongan yang sama ke luar negeri maupun
dalam negeri.
==========================================================
Inilah lawatan Presiden Soeharto ke luar negeri yang paling mendebarkan,
setelah ia menjadi presiden selama 25 tahun. lawatan kunjungan ke negara Bosnia Herzegovina -
siapa yang tak ngeri mendengar nama negara itu sekarang. perang sauadara yang berkepanjangan,.
Pemilik restoran Italia di kota mahal Kopenhagen, dan sopir taksi Thorsboe di Denmark yang saya temui, ketika mengetahui Presiden Indonesia setelah dari acara KTT Pembangunan Sosial akan pergi ke Sarajevo, tanggapan mereka rata rata berkata, “Is he crazy?!!”
Pemilik restoran Italia di kota mahal Kopenhagen, dan sopir taksi Thorsboe di Denmark yang saya temui, ketika mengetahui Presiden Indonesia setelah dari acara KTT Pembangunan Sosial akan pergi ke Sarajevo, tanggapan mereka rata rata berkata, “Is he crazy?!!”
Para wartawan Indonesia yang mengikuti rombongan Pak Harto, setelah melihat gelagat makin tak jelasnya kondisi di medan pertempuran Sarajevo, berani bertaruh uang (tak banyak hanya Rp 5000,- seorang). Ada yang berkeyakinan Presiden tak jadi pergi ke sana, namun sebagian mengatakan, “Pasti Pak Harto nekat!”
Dan ternyata benar. Nekatnya Pak Harto tetap bersikeras berkunjung ke
Sarajevo, bukan saja mencengangkan rakyat Indonesia di tanah air, tetapi
juga membuat gemas para pengawalnya yang mendampingi selama perjalanan.
Mayjen TNI Pranowo , sesmil ( sekretaris militer) Presiden, misalnya.
Sampai di Kroasipun masih tak enak makan. “Pikiran saya selalu tertuju
pada keselamatan Pak Harto,” ujarnya suatu malam, ketika bersama saya
bersantap malam sebelum acara ke Bosnia dilaksanakan. Begitu pula para
ajudan dan pengawal pribadi. Semua was-was, antara pikiran jadi
berangkat atau tidak. Apalagi, sehari sebelum Pak Harto berangkat,
pesawat utusan khusus Sekjen PBB, Yasushi Akashi, sempat diusik tembakan
oleh gerilya Serbia. “Bayangkan, bagaimana kita tidak ngeri. Jaminan
untuk Presiden kita apa dong??, sedangkan Akashi saja diganggu ke Bosnia, ”
ujar seorang sumber dengan nada was-was. Bahkan, Presiden Turki maupun
Paus Paulus, tak sempat singgah karena sudah akan diterkam Serbia. Selama
ini, barul Presiden Perancis dan Benazir Bhuto yang berhasil menginjak
tempat itu.
Lain penampilan para pendamping Pak Harto (antara lain Menlu Ali
Alatas, Mensesneg Moerdiono, diplomat senior Nana Sutresna, para
pengawal dan dokter pribadi), lain pula penampilan Kepala Negara RI ini.
Sampai sehari menjelang keberangkatan ke Bosniapun, Pak Harto tetap
berpenampilan tenang mengikuti acara di gedung parlemen Kroasia. Di
ruangan yang sangat cantik dengan hamparan karpet Persia berwarna mahrun
itulah Pak Harto dengan lancar menjelaskan kepada Ketua Parlemen
Korasia, Nedjeljko Mihanovic dan seluruh stafnya, tentang sistem
pemerintahan di Indonesia. Dalam acara santap malampun, tak nampak beban
sama sekali pada raut muka Pak Harto. Ia banyak senyum sambil menikmati
hidangannya yang disajikan oleh Perdana Menteri Kroasaia dan nyonya,
Nikica Valentic di Istana Dvetce.
Senin tanggal 13 Maret pagi, Pak Harto masih sempat mengadakan
pembicaraan empat mata dengan Franjo Tudman, Presiden Kroasia,. Sementara
itu pada saat yang sama, di ruang lain, Ibu Tien diterima oleh istri
Tudman sembari tukar menukar tanda mata - perak Jogyakarta untuk si
nyonya rumah, dan sulaman Kroasia untuk si tamu.
Pembicaraan paralel lain dilakukan antara para pejabat Indonesia dan
pejabat Kroasia, termasuk Pangab Faisal Tanjung . Dalam acara itu,
berkali-kali Presiden Kroasia maupun Perdana Menterinya menyatakan
terima kasih dan penghargaannya karena Pak Harto dan rombongan mau
mengunjungi Kroasia dan apalagi.. Bosnia! PM Kroasia pada bulan Januari
yang lalu memang sempat menyampaikan undangan ini saat ia berkunjung ke
Jakarta.
Kepala Protokol Istana Basyuni dan Dirjen Protokol Konsuler Irsan dengan
tertib tetap menunggu di luar ruangan istana, sembari menghitung,
menerka, apakah keberangkatan tetap akan dilangsungkan atau tidak.
Menjelang pukul 10.30 belum ada tanda-tanda pembatalan keberangkatan ke
Bosnia, tetapi juga belum ada kata ‘okey’ - dan ini amat sangat membuat
rombongan semakin was-was.
Sementara itu, di bandara Internasional Zagreb telah menunggu pesawat
buatan Rusia jenis JAK-40 dengan nomor penerbangan RA 81439. Pesawat
kecil berkapasitas 24 kursi inilah yang dipersiapkan untuk mengangkut
‘kenekatan’ Soeharto, tanggal 13 Maret itu. Setelah pembicaraan di
Istana usai sekitar pukul 10.30, rombongan menuju ke lapangan udara. Di
sinilah ketegangan mulai muncul. Ali Alatas tampak putih bagaikan kapas!
Moerdiono menyipitkan matanya. Boleh saja mereka, ketika ditanya
bagaimana perasaannya saat berangkat, menjawab. “Biasa-biasa saja” Namun
lain pula kenyataannya. toh mereka pucat pasi! Termasuk dua wartawan
yang ikut dalam pesawat tersebut, teman-teman saya dari Kantor Berita
Antara dan RRI. Semula wartawan akan diberangkatkan lebih dahulu dengan
pesawat lain, sebanyak lima orang. Namun karena keadaan gawat, pesawat
dihentikan , menurut salah satu tentara Indonesia yang tergabung dalam
UNPROFOR.
Angin kencang di tengah lapangan udara di awal minggu itu, dengan udara menggigit dingin (siang itu 8 derajat Celcius), menambah ketegangan. Pintu pesawat dari buntut terbuka. Para wartawan yang mengerumuni tangga tempat Presiden akan naik, ramai-ramai berseru, “Selamat jalan Pak! Hati-hati bapak-bapak yang lain!! Mereka menyambut tanpa senyum. Ketegangan di wajah Pak Harto mulai terasa. Berselimut mantel hitam pekat, rasanya ia tengah memendam segala perasaannya sekuat tenaga. Satu menit berlalu, rombongan segera menaiki pesawat. Pilot yang bertugas saat itu bernama Vononine Augueni. Anggota UNPROFOR membagikan lembaran kertas putih yang sudah dicetak .dengan pernyataan bahwa PBB tidak bertanggung jawab sama sekali atas keselamatan penumpang selama perjalanan !!.
Menurut sumber, Pak Harto saat itu tak perdul lagi dengan isi pernyataan itu. “Dia main tandatangan saja lho!”, ujarnya. Seorang wantia petugas PBB dan 14 orang Indonesia memenuhi pesawat kecil itu. Saidi, fotografer kesayangan Pak Harto tak luput dari tugasnya. Dialah yang kelak akan merekam dengan jurus kameranya.
Pak Harto duduk paling depan, berhadapan dengan Komandan Grup A Pasukan
Pengaman Presiden Kolonel inf Sjafrie Sjamsoedin yang memang sudah
berwajah tegang dari awal pagi. Sementara itu para pengantar di bawah
tetap memandangi pesawat dengan perasaan seakan-akan baru saja mengantar
para tentara yang akan berjuang dan harus menang.
PRESIDEN SOEHARTO DI BOSNIA |
Pesawat buatan Rusia itu lepas landas pukul 11.10, dan tiba di Sarajevo
pukul 12.36. “Selama di awan, kami sudah pasrah kok, ” ujar Moerdiono.
Lalu, mengawali perjalanan Pak Harto mengikuti instruksi memakai baju
anti peluru. “Sebab, seandainya pesawat ditembak dari luar, minimal
penumpangnya tidak apa-apa,” kata Pranowo. Tetapi ketika turun dari
pesawat, Presiden mulai ‘membandel’ lagi. Dia lepas baju anti
pelurunya, bahkan semalam sebelumnya ketika seseorang berusaha
membujuk Pak Harto untuk tidak jadi berangkat, ia menjawab, “Ah.., saya
yakin kalau niat kita baik, InsyaAllah hasilnya juga baik,” katanya.
Pagar betis sebanyak 40 anggota pasukan perlindungan PBB UNPROFOR
menyerbu memagari Pak Harto Akashi menyambut di bandara. Tanpa
seremonial, tanpa lagu kebangsaan. Lalu Pak Harto dan rombongan
buru-buru dijebloskan ke dalam panser putih bertulisan UN. Panser APC
ini ( Armoureed Personal Carrier) menurut sumber hanya bisa dibuka
pintunya oleh dua orang. Satu dari luar, satu lagi dari dalam.
Perjalanan 25 menit menuju istana Presiden Bosnia Alija Lzetbegovic tampak sangat mengesankan, menurut Moerdiono. “Bayangkan, kami hanya bisa melihat panser yang keras itu hanya dialasi selimut tebal. Dan bunyinya, MasyaAllah.. berisik banget di telinga!”, ujar Mensesneg merepotasekan kembali suasana yang dialaminya.
Perjalanan 25 menit menuju istana Presiden Bosnia Alija Lzetbegovic tampak sangat mengesankan, menurut Moerdiono. “Bayangkan, kami hanya bisa melihat panser yang keras itu hanya dialasi selimut tebal. Dan bunyinya, MasyaAllah.. berisik banget di telinga!”, ujar Mensesneg merepotasekan kembali suasana yang dialaminya.
Panser anti peluru itu berjalan dikelilingi panser-panser lain sebagai
pengawal. Menurut sumber lagi, Pak Harto dimasukkan ke dalam panser ke
7, sehingga dengan diacak begitu, tak mudah orang mengetahuinya. Dalam
satu panser lazimnya ada satu sopir, satu komandan kendaraan, dan dua
pengawal. Selebihnya, enam orang adalah penumpang. Pak Harto berada
bersama ajudan dan pengawal pribadi. Yang juga mencengangkan, dalam
perjalanan ke istana, rombongan panser harus melewati jalan-jalan yang
di sebelah kanannya adalah bukit-bukit tinggi tempat sniper ( penembak
gelap) Serbia mengintai.
Bukit-bukit yang disebut Sniper Alley memang sangat ditakuti di Bosnia. Bahkan tak segan-segan penduduk Serbia menghantam penumpang trem (kereta api listrik) dari bukit itu.
Pagar betis panser-panser dan satu pleton UNPROFOR tetap menjaga
rombongan sampai tiba di Istana. “Kami salut betul atas kesiapan
UNPROFOR menjaga Pak Harto,” ujar Moerdiono.
Pengawal dari Indonesia memang akhirnya tak berfungsi selama kunjungan. Hanya ada beberapa anggota Paspampres dan bahkan anggota pasukan antiteror dari Detasemen 81 Kopassus pimpinan Kapten Andhika (menantu eks Pangdam Hendropriyono) yang berangkat dari Jakarta tanggal 9 Maret lalu, hanya sampai di Zagbreb saja. Padahal, Andhika dan kelima anak buahnya sudah bersiap diri untuk turut mengawal Pak Harto. Pasukan ini juga sebelumnya sudah menitipkan senjatanya di penerbangan DC 10 Garuda yang digunakan Presiden beserta rombongan. Mereka memang tidak berangkat dengan pesawat yang sama, melainkan dengan Lufthansa lewat Frankfurt menuju Zagreb.
Presiden Bosnia sesungguhnya amat ingin kunjungan bersejarah ini
diliput sebanyak-banyaknya oleh wartawan asing dan Indonesia. Bahkan
kepada tim advanced (tim pendahulu) Indonesia, sebelumnya ia mengatakan
ingin diwawancarai secara terbuka oleh pers Indonesia. Oleh sebab itulah
Moerdono begitu bersemangat mengajak 29 wartawan dari tanah air.
“Sayangnya, pihak UNPROFOR yang mengatur dan membatasi. Ini demi
keselamatan,” ujar Pranowo.
Saat Pak Harto keluar dari panser di halaman Istana presiden Alija,
ratusan penduduk Sarajevo berteriak sambil melambaikan tangan dengan
hangat. Menurut sumber, suasana memang mengharukan, apalagi saat makan
siang berlangsung. “Terasa betul daging yang dihidangkan sudah lama
disimpan di frisher. Lalu potongan kejunya… astaga… setipis potongan
silet. Sungguh menyedihkan. Belum lagi para pengawal istana yang melihat
hidangan kami dengan ngiler. Mereka sudah lama tidak mencicipi makanan
enak. Mengharukan sekali sehingga membuat kami juga jadi tak enak makan.
Pergi ke kamar mandi. WCnya tak ada air, hanya disediakan air dalam
satu ember kecil saja. Istanapun seperti keadaan kantor biasa,” cerita
sumber saya.
Pak Harto, lucunya juga ketika bersantap menanyakan kepada Alija,
darimana mereka bisa memperoleh pengadaan sehari-hari, dan dijawab oleh
Alija, “Yaaa… dari badan-badan sosial resmi maupun cara yang tak
resmi..!” Dan satu ruanganpun tertawa. “Kami bisa melihat bagaimana
bahagianya Presiden Bosnia saat itu menyambut kedatangan Pak Harto,”
kata Ali Alatas saat saya duduk di sebelahnya di pesawat, menuju ke
Indonesia...
Terbitan HL | 21 December 2010 |
> Sumber dokumen : http://politik.kompasiana.com/2010/12/21/catatan-tercecer-tentang-suharto-ke-bosnia-15-tahun-silam-i/
" Dari Kunjungan yang gagah berani dari pemimpin bangsa indonesia ini, maka Nama presiden Soeharto di abadikan menjadi nama Mesjid terbesar di Bosnia Herzogovina , negara pecahan Yugoslavia ini..
ini bentuk perwujudan sebagai tanda terima kasih pemimpin Bosnia menghormati pemimpin Indonesia yang kharismatik ini.."
Mesjid Soeharto Yang berdiri Megah Di Bosnia |
TERIMA KASIH...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar